IMN, WAJO– Salah satu karya anak bangsa Film “Shi Shu Shuang” (Nikah Terlarang) kini menjadi perhatian sineas Indonesia. Betapa tidak, film karya Zdatumiko yang disutradarai oleh seniman kawakan yang juga akademisi, Dr. Muzakkir, Ph.D ini, masuk dalam seleksi Film ASEAN melalui Badan Perfilman Indonesia di Bangkok.
Pada Gala Premier Film “Shi Shu Shuang (Nikah Terlarang) di Dakota Cinema, Sallo Mall Sengkang, Minggu (14/9/2025), hadir dalam gala premier Civitas Akademika dari Institut Ilmu Hukum dan Ekonomi La Maddukelleng, Universitas Lamappapoleonro (UNIPOL), dan Perguruan Tinggi Petta Baringeng Soppeng. Selain dari kalangan akademisi, Film ini juga mendapat apresiasi dari dua legislator, Andi Merli Iswita (Wakil Ketua DPRD Wajo) dan Andi Nelli, S.Pd (Ketua Fraksi Gerindra DPRD Soppeng).
Dalam Film “Shi Shu Shuang” karya Zdatumiko melibatkan pasca casting dari SD Negeri 2 Sengkang, SMA 1,3,7,9, 10, Institut Ilmu Hukum dan Ekonomi La Maddukelleng, UNIPRIMA, UNISAD, UNIPOL Soppeng, serta STISIP Petta Baringeng.
Sehari sebelum diadakan Gala Premier, Rektor Institut Ilmu Hukum dan Ekonomi La Maddukelleng, Prof. Dr. H. Siardin Andi Djemma, M.Si mengatakan, memberikan dukungan penuh terhadap segala kreativitas kesenian termasuk di dalamnya film dan kegiatan kebudayaan lainnya. Di mana Film “Shi Shu Shuang” ini melibatkan sejumlah civitas akademik “Kampus Ungu”.
Bahkan disalah satu scene, Wakil Rektor I Institut La Maddukelleng, Ismail Ali, SH, MH, mengambil salah satu peran dalam satu adegan di film tersebut. Dukungan itu pun ditunjukkan dengan hadirnya Rektor Institut La Maddukelleng, Prof. Dr. H. Siardin Andi Djemma, M.Si bersama Wakil Rektor I, Ismail Ali, S.H., M.H. dalam Gala Premier Film “Shi Shu Shuang”.
Sutradara Film “Shi Shu Shuang”, Dr. Muzakkir, Ph.D, mengatakan, film ini melalui riset budaya dan otentisita.
“Kami melakukan riset budaya Bugis yang mendalam dengan melibatkan narasumber budaya dan tokoh adat setempat. Kami mempelajari tradisi, bahasa, dan nilai-nilai budaya Bugis untuk memastikan keaslian cerita. Kami juga bekerja sama dengan komunitas budaya Bugis untuk memastikan bahwa film ini merepresentasikan budaya Bugis dengan akurat,” ujar dosen “Kampus Ungu” ini.
Menurutnya, film ini juga merupakan representasi identitas Bugis, berusaha menggambarkan karakter, bahasa, dan tradisi Bugis dengan cara yang autentik dan tidak stereotip. “Kami bekerja sama dengan penulis skenario yang memahami budaya Bugis dan memastikan bahwa dialog dan aksi karakter sesuai dengan nilai-nilai budaya Bugis. Kami juga memperhatikan detail-detail kecil seperti kostum, dekorasi, dan musik tradisional untuk menciptakan suasana yang autentik,” jelasnya.
Lalu, nilai dan pesan moral melalui film ini adalah pentingnya menjaga dan melestarikan budaya Bugis, serta nilai-nilai seperti gotong royong, hormat, dan kesederhanaan. “Kami ingin menunjukkan bahwa budaya Bugis memiliki nilai-nilai yang universal dan relevan dengan kehidupan modern,” tandas Dr. Muzakkir.
Untuk proses kreatif, tantangan terbesarnya adalah menyatukan elemen budaya Bugis dengan alur cerita yang menarik bagi penonton masa kini. Memastikan bahwa film ini tidak hanya menarik bagi penonton lokal, tetapi juga bagi penonton internasional. “Kami bekerja sama dengan penulis skenario dan sutradara yang berpengalaman untuk menciptakan alur cerita yang menarik dan autentik,” ungkap Sang Sutradara.
Mengenai visual dan artistik, dipilih lokasi syuting yang autentik dan sesuai dengan cerita, seperti desa-desa di Sulawesi Selatan. Juga bekerja sama dengan desainer kostum dan produksi untuk menciptakan kostum dan dekorasi yang autentik dan sesuai dengan budaya Bugis. Musik tradisional juga dipilih dengan hati-hati untuk menciptakan suasana yang autentik.
“Masyarakat Bugis sangat antusias dengan film ini dan merasa terwakili. Mereka merasa bahwa film ini merepresentasikan budaya Bugis dengan akurat dan menghargai nilai-nilai budaya mereka. Kami juga menerima banyak pujian dari masyarakat Bugis untuk keaslian dan kualitas film ini,” cetus Dr. Muzakkir.
Film ini diharapkan dapat memperkenalkan budaya Bugis kepada generasi muda Bugis dan masyarakat nasional/internasional. Bahwa budaya Bugis memiliki nilai-nilai yang universal dan relevan dengan kehidupan modern. Juga berharap bahwa film ini dapat meningkatkan kesadaran dan apresiasi terhadap budaya Bugis dan mendorong pelestarian budaya.
Film yang diproduksi Perkumpulan Silk Film Festival Wajo ini tayang serentak mulai 18 September 2025, diharapkan dapat mengangkat nama Sulawesi Selatan ke panggung Internasional. Menurut Dr. Muzakkir, selain Film “Shi Shu Shuang”, Toga Untuk Intan Karya Zdatumiko yang merupakan Film Kampus La Maddukelleng juga masuk dalam seleksi ASEAN FILM FESTIVAL, pada Desember 2025 mendatang.(Red)